Pernahkah anda mengalami hal yang menjengkelkan ini? Saat diperlukan, tiba-tiba DVR kita tidak berisi rekaman apa-apa. Lebih parah lagi tombol-tombolnyapun malah jadi macet, termasuk Remote Control pada DVR Standalone. Persoalan klasik ini kerap menimpa pada DVR setelah sekian lama pemakaian dan tentu saja sangat mengganggu. Terlebih lagi jika ada kejadian yang perlu dilihat sebagai "babuk" (barang bukti) kepolisian,   namun rekamannya tidak ada alias blank. Lalu, bagaimanakah kiat agar DVR kita selalu dalam kondisi siap pakai? Berikut ini opini kami.

1. Kenali Dulu Sumber Masalahnya
Panas yang berlebihan kami tuding pertama kali sebagai penyebab utama masalah ini. Bayangkan saja, DVR umumnya dioperasikan selama 24 jam non-stop siang dan malam. Jika sudah begini, maka kualitas dari komponen penunjang merupakan faktor penentu "survive" atau tidaknya suatu produk DVR, baik yang Standalone maupun PC Base. 

Sumber panas DVR Standalone bisa berasal dari:
  1. Bagian Power Supply, khususnya yang ada di dalam casing (built-in).
  2. Komponen pada Mainboard, khususnya IC Voltage Regulator, IC Prosesor dan IC Codec.
  3. Hard Disk.
Nah, dua atau tiga sumber panas inilah yang secara kontiyu "menyumbang" thermal di dalam casing DVR. Kontributor panas terbesar dipegang oleh Hard Disk, disusul oleh IC Prosesor dan bagian Power Supply. Khusus untuk hard disk, kami telah bahas uraiannya di sini. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika pada DVR Standalone selalu terpasang kipas angin kecil (fan), baik di bagian belakang ataupun di sisi kiri-kanan casing. Jumlahnya kebanyakan hanya satu, jarang dijumpai yang dua apalagi tiga. Anehnya, pihak pabrikan seolah-olah menyepelekan soal isu thermal ini. Buktinya, pada beberapa merk DVR Standalone pemasangan fan ini terkesan dilakukan "ala kadarnya", bahkan ada yang tanpa fan samasekali! Selain ukurannya kecil, posisinyapun tidak signifikan dalam upaya membuang panas ke luar. Dengan mengabaikan model dan jumlah blade,  fan berukuran kecil umumnya memiliki daya hisap dan hembus yang lemah. Apalagi jika dipasang hanya satu dan letaknyapun berjauhan dari ketiga sumber panas tadi, maka kecepatan maupun daya hisapnya menjadi tidak efektif. Pernahkah anda memperhatikan dengan seksama kondisi seperti ini?

Jika kami ditanya, dimanakah pemasangan fan yang ideal untuk DVR Standalone? Maka kami jawab :
  1. Tepat di atas prosesor (seperti pada prosesor PC).
  2. Tepat di atas atau di bawah Hard Disk (dengan ventilasi yang langsung).
  3. Tepat di dekat Power Supply (jika power supply-nya ada di dalam casing).
 Hanya saja kami harus realistis dalam masalah ini, sebab:
  1. Memasang banyak fan akan menaikkan ongkos produksi yang tentu saja berimbas pada harga DVR.
  2. Fan menimbulkan kebisingan yang cukup sangat mengganggu.
  3. Sekecil apapun, fan tetap akan menyerap daya. Makin banyak jumlahnya, maka daya yang diperlukan akan semakin besar. Artinya, kapasitas power supply mesti ditambah dan sekali lagi ini akan menaikkan ongkos produksi.
Jadi, jangan protes apabila DVR kita hanya dibekali dengan fan yang "ala kadarnya", bahkan yang lebih "gila" tanpa fan sama sekali! Fan yang efektif bisa diketahui dari ukuran, jenis blade dan penempatannya. Selain itu ada yang ketinggalan, yaitu parameter rpm (revolutions-per-minute). Makin cepat rpm, tentunya makin baik, karena hembusan fan akan makin kuat. Ukuran fan minimal harus sedang dan berbahan kokoh, jangan yang kecil dan lembek. Bentuk blade juga memengaruhi. Ada yang banyak, tipis dan melengkung, adapula yang renggang, tebal dan lurus. Namun, untuk soal teknis ini biarkanlah para insinyur yang memikirkannya. Apa yang bisa kita lakukan hanyalah sebatas menilai apakah fan ini sudah efektif atau belum. Lalu, perlukah kita memasang fan tambahan?

Bagaimana dengan hard disk? Menurut kami justru hard disk inilah yang semestinya diberi cooling fan. Cuma sekali lagi, pabrikan seolah-olah tidak menaruh perhatian pada soal ini. Hal ini terlihat dari ukuran casing DVR yang umumnya sempit, sehingga tidak menyisakan ruang bagi hard disk untuk ditambahkan fan. Padahal dalam PC, penambahan fan pada hard disk ini bukanlah sesuatu hal yang baru, bahkan diyakini dapat meningkatkan kinerja dan kestabilan harddisk. Nah, apalagi untuk DVR yang kerja hard disknya jauh lebih berat ketimbang PC, maka logikanya penambahan fan ini mestinya menjadi isu penting, bukan?

Demikian pula soal ventilasi. Ventilasi pada Standalone DVR umumnya tidak berada tepat di atas ataupun di bawah sumber panas (misalnya hard disk), melainkan di belakang atau di pinggir. Ini bisa menimbulkan persoalan serius. Saat casing ditutup, jarak hard disk dengan penutup casing ataspun terbilang sempit, bahkan nyaris tidak meninggalkan celah. Ada pula DVR yang jarak antara hard disk dengan mainboard-nya sangat dekat. Jika sudah demikian,  DVR seolah-olah bagaikan sebuah "oven". Jadi, tanpa ventilasi dan fan yang baik, jangan heran jika satu saat DVR akan "ngadat", seakan-akan tidak merekam

Menghadapi situasi ini, cobalah periksa apakah memungkinkan jika kita menambahkan extra fan di dalam casing? Jika mungkin tambahkanlah fan kecil 12VDC di atas hard disk dengan bantuan double-tape (isolasi bolak-balik) atau belilah hard disk cooler. Carilah sumber 12VDC yang "nganggur". Jika tidak mungkin cobalah di lokasi lainnya, namun tetap di dalam casing. Tujuannya adalah untuk membuyarkan "panas dalam" yang tidak terhisap oleh fan utama.
 Contoh Cooling Fan DC 12V

Apabila di dalam casing sudah demikian sempit (dan memang kebanyakannya begitu!), maka carilah alternatif lain, yaitu lubang ventilasi. Tempatkanlah extra fan di depan atau di atas ventilasi ini dengan arah menghisap (exhaust). Oleh karena di luar, maka fan 220VAC tampaknya lebih reasonable, karena kita tinggal menancapkannya pada stop kontak. Namun, kerugian fan model ini adalah bunyinya yang mengganggu. Oleh karena itu, pemasangannya harus baik (kokoh), sehingga casing tidak ikut bergetar karenanya. Salah satunya adalah dengan bantuan double-tape tebal di setiap tepinya.

                                                  Contoh Cooling Fan AC 220V

2. Tetapkanlah Durasi Rekaman
Kendati DVR bisa merekam selama satu bulan penuh, namun ada baiknya jika kita menetapkan waktu rekaman yang lebih pendek, katakanlah per satu minggu. Ini dimaksudkan agar pemeriksaan bisa dilakukan dengan lebih intensif, sehingga masalah "tidak merekam" ini bisa diketahui lebih awal. Jadi, saran kami lupakanlah hard disk-hard disk besar, apalagi sampai hitungan Tera (1 TB = 1000 Giga!), kecuali jika anda berniat membangun Video Server sendiri. Percaya atau tidak, hard disk berkapasitas kecil sampai sedang umumnya sudah mencukupi untuk rekaman selama 1 minggu pada 15 fps. Pada akhir pekan, misalnya Sabtu pagi, kita bisa meluangkan waktu untuk sekedar mengecek kondisi DVR kita sambil melihat hasil rekaman pada minggu itu. Jika ada rekaman penting, segera lakukan backup melalui USB Flash Disk atau media lain yang disediakan, yaitu CD/DVD RW. Namun jika tidak ada kasus penting, maka lakukanlah format terlebih dahulu sebelum memulai rekaman baru. Pastikan pula tampilan jam dan tanggal pada DVR kita tidak "ngaco". Jika tidak punya waktu, anda bisa menyuruh orang lain untuk melakukannya.

Untuk menetapkan lamanya DVR bisa merekam dan berapa kapasitas hard disk yang diperlukan, kita bisa menggunakan alat bantu hitung yang disebut dengan HDD Space Calculator. Program ini biasanya sudah ada pada pada menu DVRitu sendiri (jenis Standalone). Namun jika tidak dijumpai, kita bisa mencarinya di beberapa situs internet.

3. Pilih Mana: Manual, Continuous,  Schedule, Motion atau Sensor?
Umumnya DVR memiliki 5 mode rekaman seperti yang disebutkan di atas, yaitu : 
  • Manual        
    DVR merekam saat tombol Rec ditekan dan stop saat tombol Stop/Rec ditekan (lagi).
  • Continuous 
    DVR merekam terus secara non-stop, termasuk saat kita sedang melihat hasi rekaman (playback).
  • Schedule 
    DVR merekam pada jam tertentu yang diprogram, misalnya dari jam 8 pagi sampai 5 sore.
  • Motion       
    DVR hanya merekam saat ada gerakan objek (misalnya aktivitas manusia, kendaraan lewat dan sebagainya). Jika tidak ada objek bergerak, maka DVR tidak merekam (Standby).
  • Sensor       
    DVR hanya merekam saat input sensornya terlanggar (trigger), misalnya saat pintu dibuka atau orang melewati sensor infra red.
Nah, pilihlah mode yang paling pas untuk keperluan kita. Contoh: untuk memantau aktivitas Teller di Bank, paling pas jika kita memilih mode Schedule (misalkan dari jam 8 sampai 18) ketimbang Continuous. Untuk gudang spare parts, misalnya, pertimbangkanlah untuk memakai mode Sensor, dimana saat karyawan masuk (membuka pintu) DVR merekam dengan batas waktu tertentu (misalnya 2 menit). Sedangkan untuk rumah tinggal, mode Continuous lebih cocok ketimbang Motion atau yang lainnya. Alasannya adalah, mode ini paling mudah dalam setting dan paling mudah dianalisa. Dengan berpatokan pada durasi rekaman 1 minggu, maka kasus-kasus dimana DVR tidak merekam dapat diketahui lebih awal. 

Lalu, bagaimanakah jika kita mencampur beberapa mode rekaman sekaligus? Misalkan di Channel 1 kita memakai Motion, Channel 2 Continuous, Channel 3 katakanlah memakai mode Schedule dan seterusnya? Apakah yang akan terjadi?

Apapun yang terjadi, saran kami jika tidak terpaksa jangan memakai berbagai mode perekaman dengan dalih menghemat hard disk. Cara ini memang bisa dilakukan, tetapi akan berdampak negatif pada sistem. Memakai mode rekaman yang berbeda-beda di setiap Channel menyebabkan sistem cenderung tidak stabil (paparan untuk soal ini lumayan panjang, namun bagaimana dengan pengalaman Anda?). Selain itu, perhitungan mengenai durasi rekamanpun menjadi tidak bisa dilakukan, sebab variabelnya tidak menentu. Maka dari itu, jangan heran jika ada merk DVR yang malahan tidak bisa melakukan hal ini. Artinya, semua Channel hanya bisa memakai mode rekaman yang sama (tidak bisa dicampur). 

4.  Pastikanlah indikator rekaman benar-benar tampil pada display
Pesan ini terdengar lucu, tetapi tidak ada salahnya jika kami ingatkan kembali, sebab ini adalah indikator satu-satunya bahwa DVR kita telah melaksanakan fungsinya dengan benar. Indikator ini bisa berupa tulisan REC, bulatan merah, simbol orang (mode Motion) atau tanda jam (mode Schedule). Pastikan pula OSD (On Screen Display) untuk mode ini tidak dibuat Disable.

5. Waspadailah Overwrite
Seringkali kita tidak bisa memastikan kapan rekaman kita mulai ditimpa dengan rekaman baru (overwrite) dan bagian mana saja dari hard disk yang masih tersisa. Hal ini dikarenakan karakteristik penghapusan pada DVR tidak sama persis dengan pita analog. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengamatan secara seksama kapan rekaman ini benar-benar habis. Gunakan utility Space Calculator dan sebagai pendekatan ambillah durasi 1 minggu. Catatlah hasilnya. Overwrite menyebabkan rekaman lama kita menjadi hilang dan tidak bisa kembali lagi. Oleh karena itu waspadilah hal ini dan kalau perlu buatlah pilihan ini menjadi Disable dulu, paling tidak sampai kita benar-benar memahami karakteristik DVR kita.

6. Jangan Lupa Backuplah Program Setting
Jika performa DVR kita sudah memuaskan, maka jangan lupa untuk men-save setting programnya ke dalam flash disk melalui menu Backup Settings atau menu yang semisalnya. Jadi saat DVR kita "ngadat" dan kebetulan vendor "berbaik hati" untuk menggantinya dengan DVR baru yang sejenis, maka kita tidak perlu repot lagi men-setting ulang DVR baru ini dari awal. Cukup kita me-Restore saja settingan yang sudah di-save tadi ke DVR pengganti melalui menu Restore Settings.


download artikel (pdf)
Sumber : tanyaalarm.blogspot.com