Power Supply Camera

Secara umum, camera CCTV menggunakan salah satu dari 3 (tiga) jenis power supply berikut ini, yaitu:
  1.  Tegangan 220VAC
  2.  Tegangan 24V AC.
  3.  Tegangan 12V DC.
Camera 220VAC
Camera 220VAC umumnya memiliki ukuran besar, karena power supply-nya diletakkan di bagian dalam. Sebelum ditemukan power supply dari jenis switching,  camera-camera tempo dulu pada umumnya berukuran raksasa, karena memakai transformer konvensional, sehingga memerlukan casing yang besar. Camera masa kinipun masih ada yang menggunakan sumber 220VAC, umumnya dari jenis standard camera. Camera jenis 220VAC ini terlihat lebih praktis, karena tidak memerlukan adaptor plug-in (tancap) yang notabene bisa mengganggu estetika ruangan, jika adaptor ini dipasang secara outbow. Adapun kekurangan camera tipe 220VAC ini adalah bentuknya yang besar dan hampir tidak ada yang berjenis dome. Selain itu, karena rangkaian power supply-nya berada di dalam, maka faktor panas perlu mendapat perhatian. Jadi, diperlukan rangkaian yang benar-benar efisien supaya panasnya tidak mengganggu komponen lain di dalam casing. Camera 220VAC masa kini biasanya menggunakan power supply dari jenis switching di bagian dalamnya.

Camera AC tidak memerlukan analisa tentang bagaimana mendistribusikan powernya, sebab tegangan 220V bisa merambat pada kabel listrik dalam jarak yang cukup jauh tanpa khawatir drop. Bahkan dapat dikatakan, untuk camera jenis AC hampir tidak dijumpai isu mengenai drop tegangan pada kabel, kecuali isu sumber tegangan 220V-nya yang tidak stabil (naik-turun).
Selanjutnya, kelebihan yang menonjol dari camera AC220V adalah:
  1. Praktis dan instalasinya tidak ribet.
  2. Tidak khawatir terjadi loss pada kabel powernya.
 Sedangkan kekurangannya antara lain:
  1. Bentuknya besar.
  2. Jarang ada yang berjenis dome.
  3. Faktor panas.
  4. Kerusakan pada bagian power supply akan mencopot semua unit, karena tidak memakai adaptor plug-in.
  5. Memerlukan lubang yang besar untuk memasukkan steker listrik ke dalam plafon.
  6. Resiko shock-hazard (kesetrum) lebih besar.
Camera 24VAC
Tegangan 24VAC umumnya dipakai pada camera Speed Dome dan beberapa tipe camera standard lainnya. Dibandingkan dengan 220V, tegangan 24VAC ini sebenarnya tidak menyengat (nyetrum), sehingga resiko kena strum relatif tidak membahayakan. Namun, camera jenis ini memerlukan transformer (trafo) 24VAC yang bentuknyapun lumayan besar seperti terlihat pada gambar di bawah (kiri). Sebenarnya trafo ini hanyalah step-down dari 220VAC menjadi 24VAC saja, sehingga tidak memerlukan rangkaian elektronik lagi. Dengan demikian, trafo 24V/5A biasa yang banyak ditemukan di pasaran lokalpun dapat dipakai untuk menyuplai camera branded (seperti gambar sebelah kanan).

Adapun kekurangan jenis Camera 24VAC ini adalah:
  1. Trafo yang terpisah menimbulkan persoalan dalam penempatannya.
  2. Tegangan 24VAC tidak bisa satu kabel dengan data RS-485. 
  3. Tegangan output trafo 24VAC dipengaruhi oleh bagus-tidaknya tegangan listrik 220V.
  4. Trafo yang panas menyebabkan tegangan dan supply arus dari trafo menjadi berkurang.
  5. Trafo lokal yang kurang baik biasanya bergetar. 
Sedangkan kelebihannya adalah:
  1. Drop tegangan pada kabel masih terbilang kecil, sehingga bisa di-supply dari jarak jauh.
  2. Resiko shock hazard hampir tidak ada. 
  3. Tidak memerlukan rangkaian power supply yang rumit.
Camera 12VDC
Inilah topik bahasan kita nanti. Camera masa kini umumnya memakai tegangan 12VDC, sehingga ukurannya lebih kompak alias kecil. Selain itu, faktor panas tidak menjadi isu penting lagi, karena power supply-nya sendiri berada di luar. Namun, manakala sumber listrik dan camera terpisah pada jarak yang berjauhan, maka drop tegangan menjadi isu penting. Oleh sebab itu, perlu diupayakan bagaimana agar power 12VDC ini tetap terjaga dan dapat didistribusikan secara merata. Untuk itulah penenmpatan power distribution menjadi hal penting.

Keuntungan camera jenis 12VDC:
  1. Harga camera umumnya lebih ekonomis.
  2. Ukuran camera menjadi lebih ringkas (kecil).
  3. Harga adaptor 12V dari jenis plug-in non-switching umumnya murah.
  4. Tidak ada resiko shock-hazard.
  5. Kerusakan power supply tidak mencopot camera, tinggal mengganti adaptornya saja.
  6. Tidak ada isu soal panas.
  7. Adaptor dari jenis regulated tetap stabil pada beban dan tegangan listrik 220V yang naik-turun.
Kerugiannya :
  1. Loss tegangan pada kabel sangat signifikan.
  2. Tegangan output adaptor plug-in sangat pas-pasan (kadang terukur 11.9 VDC).
  3. Jika dipusatkan, maka setiap satu camera memerlukan satu adaptor, sehingga perlu colokan listrik (stop kontak) yang berlubang banyak.
  4. Kabel adaptor suka keleweran di belakang camera (merusak estetika).

The Most Common Problem: Drop Voltage!

Diagram di atas memperlihatkan salah satu cara dalam memberikan supply pada camera 12VDC. Sepertinya cara inilah yang paling umum dipakai dalam instalasi camera, terutama di rumah-rumah tinggal. Kabel power ditarik ke pusat monitor dan adaptor plug-in dipasang berjejer pada stop kontak berlubang banyak.

Problematika Utama
1. Drop Voltage (Drop Tegangan). Resiko inilah yang paling sering terjadi, terutama jika kabel untuk power-nya menggunakan kabel tunggal berdiameter kecil (kabel telepon 2 x 0.5mm). Bahkan, untuk kabel telepon yang dekat sekalipun (katakanlah 5m), tegangan pada camera bisa drop secara signifikan. Untuk menguji kualitas tegangan di ujung camera, kita bisa menggunakan tester ST-BT01Q.
2. Poor Video Quality. Akibat power camera yang kurang, maka kualitas gambar yang dihasilkanpun cenderung terganggu. Gambar yang tidak steady, bergaris-garis dan kusam merupakan ciri khas dari camera yang menderita kekurangan tegangan.
3. Interference. Gangguan inipun bisa disebabkan oleh drop tegangan, sehingga mengakibatkan sinyal output camera menjadi lemah (di bawah 1 Vpp). Interferensi ini disebabkan oleh jeleknya angka signal to noise (S/N ratio), yaitu  perbandingan antara sinyal output camera dengan noise yang muncul di sepanjang kabel video (kabel coaxial). Semakin besar nilai S/N, maka kualitas gambar akan semakin baik. Oleh sebab itu sinyal output camera yang kuat menjadi satu keharusan, karena ia akan mengalahkan noise (interferensi). 
4. Need More Space. Adaptor plug-in yang berjajar seperti ini dinilai tidak praktis, karena memerlukan spasi ekstra untuk menempatkan stop kontak berlubang banyak.
5. Need More Times (and wires,too!). Kabel power yang ditarik berdampingan dengan kabel coaxial seperti ini memerlukan waktu instalasi cukup lama dan jumlah kabel yang banyak pula.

Saran
Jika tidak ada cara lain selain memakai cara ini, maka alternatif solusinya adalah: 
  1. Gunakanlah kabel berdiameter besar untuk power, misalnya kabel listrik jenis NYMHY 2x0.75mm yang berbentuk pipih atau sejenisnya.
  2. Gunakanlah adaptor yang unregulated (walaupun jarang ada di pasaran). Adaptor tipe ini memiliki tegangan output 16VDC - 18VDC (tanpa beban), sehingga saat sampai di ujung camera, tegangannya masih di atas 12VDC.
  3. Boleh juga menggunakan variable power supply, yaitu power supply yang tegangan outputnya bisa diatur melalui putaran potensiometer.
The Smarter Way
Cara yang lebih "cerdas" adalah menempatkan adaptor plug-in di dekat camera tanpa melalui kabel penyambung. Keuntungan yang bisa diperoleh melalui cara ini, diantaranya:
  1. Tidak ada drop tegangan dan sinyal video menjadi lebih sempurna.
  2. Sumber listrik 220V bisa diambil dari mana saja, sehingga instalasi kabel coaxial lebih rapi.
  3. Noise dan interferensi bisa diminimalisir.
Namun dalam implementasi di lapangan, cara ini memerlukan pengerjaan yang cukup detail dan "memakan biaya". Supaya dudukannya kokoh, maka adaptor plug-in memerlukan stop kontak outbow yang (sebaiknya) ditempatkan di dalam box plastik atau metal. Selain itu, pemasangan box adaptor di dalam plafon memerlukan pekerjaan melubangi plafon. Jelas hal ini sedikit memakan waktu. Kabel adaptorpun perlu dilindungi oleh flexible plastic conduit agar tidak dimakan tikus. Beberapa kelengkapan tersebut terlihat pada gambar di bawah ini:

Adakalanya material tambahan di atas dirasakan costly (terutama oleh marketing!). Jika demikian, maka stop kontak outbow bisa dipasang langsung pada dinding seperti ilustrasi di bawah ini.
Untuk sementara abaikanlah dulu soal layout dan kerapian kabel, karena kami hanya sekedar ingin menggambarkannya untuk anda! Kami percaya anda bisa melakukannya dengan lebih rapi lagi. Point penting di sini adalah letak adaptor plug-in yang dekat dengan camera terbukti efektif dalam banyak hal. Selain murah, hasilnyapun tidak kalah bagus dengan pemakaian sentral Power Box yang berharga mahal. Tetapi kadangkala tuntutan desain CCTV yang profesional mengharuskan kita "melirik" pada pemakaian Camera Power Supply Distribution Box.

Another Good Way
Cara lain yang cukup bagus adalah menempatkan box power supply sedekat mungkin dengan camera. Untuk itu kita bisa menggunakan unit Power Distributor dan satu buah Adaptor Switching 12V/4A untuk menggantikan 4 unit adaptor plug in. Dengan cara ini instalasi menjadi lebih kompak dan tampak (sedikit) profesional. Faktor yang harus dimasukkan ke dalam pertimbangan adalah:
  1. Gunakan kabel power yang berkualitas baik (misalnya NYMHY 2x0.75mm yang pipih).
  2. Gunakan cable shoes untuk sambungan kabel pada terminal Power Distributor.
  3. Tempatkanlah box pada lokasi aman, tapi mudah dijangkau saat melakukan maintenance.
  4. Memasang lampu indikator atau Volt-Ampere meter pada box merupakan ide yang baik (walau sedikit costly!). 
 
Pemilihan adaptor switching disebabkan bentuknya lebih kecil daripada power supply biasa dengan kemampuan arus yang sama. Lebih jauh lagi, adaptor switching memiliki efisiensi yang baik, sehingga bisa dioperasikan terus menerus dalam waktu lama. 

The Professional Way
Menggunakan power supply yang handal merupakan tuntutan bagi instalasi CCTV yang profesional. Seperti yang tampak pada ilustrasi sederhana di atas, kami lebih memilih power supply dari jenis switching ketimbang analog (linear). Alasannya sederhana, yaitu faktor efisiensi. Camera CCTV pada umumnya dioperasikan 24 jam non-stop, sehingga memerlukan power supply yang konstan dan relatif "dingin". Power supply switching bisa menjawab persoalan ini, karena bekerjanya sangat efisien. Pabrikan terkemuka telah  mengeluarkan banyak variasi power supply untuk camera, baik tipe switching maupun linear (analog) dengan tegangan output 12VDC ataupun 24VAC. Contohnya seperti pada gambar di bawah ini:
 Tipe Linear (ukuran trafo besar)
 Tipe Switching (tanpa trafo power)

Sekali lagi -apapun jenisnya- penempatan power supply menjadi hal penting dalam desain CCTV, karena ini menyangkut "mati-hidupnya" camera. Kebutuhan arus total camera perlu dimasukkan dalam perhitungan. Umumnya satu camera 12VDC hanya memerlukan arus yang kurang dari 500mA saja, sehingga secara teoritis adaptor plug in 1000mA (1A) sudah memadai. Persoalan yang kerap muncul di lapangan adalah drop tegangan. Ini disebabkan oleh kabel DC yang terlalu panjang, bukan dari ampere adaptor yang kurang.

Untuk diagram 4 camera dome di atas, maka power supply 12VDC berkapasitas 2A (2000mA) sudah memadai, karena kebutuhan arus camera tidak lebih dari 500mA (tepatnya sekitar 320mA). Tentu saja diagram di atas termasuk sederhana. Untuk desain yang kompleks, beberapa power supply kecil untuk setiap 4 camera lebih disukai ketimbang satu power supply besar yang meng-handle 16 camera sekaligus. Alasannya adalah: saat terjadi trouble pada power supply, kita masih memiliki beberapa camera yang hidup. Berbeda jika kita menggunakan satu unit power supply besar, maka trouble power supply menyebabkan semua camera menjadi lumpuh.

Beberapa vendor yang "kreatif" adakalanya merakit power supply sendiri demi  menekan tingginya cost (walau sejujurnya kami sendiri tidak meyakini signifikansinya!). Dalam hal rakit-merakit ini setidaknya ada 2 (dua) faktor yang perlu diperhatikan, yaitu: kualitas komponen dan keserasian layout. Kualitas komponen elektronik di pasaran lokal umumnya tidak setara dengan komponen pabrik (kecuali jika kita merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan komponen yang high grade!). Jadi, kehandalan (durability) power supply rakitan lokal umumnya masih di bawah buatan pabrik, sekalipun sang perakit mengklaim sebaliknya. Jika diadakan perbandingan harga, maka selisihnya tidak signifikan. 

Faktor kedua adalah soal keserasian layout komponen, terminal dan PCB di dalam box. Jika kita perhatikan gambar power supply buatan pabrik di atas, maka kita dapati satu layout yang bagus dan sedap dipandang mata. Hal ini jarang dijumpai pada power supply rakitan lokal, kecuali pada UPS lokal merk ternama.

Namun, jika kita ingin memakai power supply rakitan, hendaklah dihitung dulu dengan cermat apa plus minusnya. Kendati di atas kertas tampak "lebih murah", tetapi jika harga accessories dimasukkan, maka power supply rakitan malah bisa jadi lebih mahal ketimbang yang sudah jadi. Belum lagi harga box panel dan waktu untuk mengerjakannya.

Pada bahasan mendatang, kami akan mengangkat topik (menarik): perlukah power supply backup pada saat listrik mati? Lalu, sampai seberapa baguskah performance UPS dalam hal ini? Bagaimana pula management yang baik saat terjadi power failure?

download artikel (pdf)
Sumber : tanyaalarm.blogspot.com